Laman

Jumat, 23 April 2010

Where is God?


Where is God? Dimanakah Tuhan?


"Ah, tuanku, jika TUHAN menyertai kami, mengapa semuanya ini menimpa kami? Di manakah segala perbuatan-perbuatan-Nya yang ajaib yang diceritakan oleh nenek moyang kami kepada kami, ketika mereka berkata: Bukankah TUHAN telah menuntun kita keluar dari Mesir? Tetapi sekarang TUHAN membuang kami dan menyerahkan kami ke dalam cengkeraman orang Midian." (Hakim-Hakim 6: 13)


Pertanyaan ini sering kali kita ungkapkan saat kita sedang dalam penderitaan. Bahkan Gideon sebagai seseorang yang mendapatkan kehormatan karena dia didatangi oleh malaikat TUHANpun masih juga menanyakannya saat orang-orang Israel dibuang di Midian walaupun dia telah mendengar cerita-cerita yang telah dikisahkan oleh nenek moyang mereka mengenai keperkasaan TUHAN dalam melepaskan diri dari jeratan dan belenggu jajahan Mesir.


Ayub dalam ceritanyapun juga menanyakan di manakah TUHAN walaupun bukan seperti itu. Ketika harta benda yang ia miliki telah dihabiskan dan penderitaan tetap saja menderanya, ia berpekara dengan TUHAN (Ayub ps. 13)


Begitu pula dengan diri kita. Kita selalu menanyakan di manakah Tuhan berada saat kita dalam kesusahan, namun di saat kita dilingkupi dengan sukacita, hampir seringkali kita melupakan Tuhan. Kita lupa bahwa Tuhan itu laksana udara yang ada melingkupi kita walau kita sadar atau tidak.


Ada suatu kisah, ada seorang wanita yang menikah dengan orang yang tidak percaya, mereka melakukan kawin lari. Selama menikah wanita ini selalu berdoa pada Tuhan agar sang suami disadarkan dan dibuat percaya, namun apa yang ia dapatkan bukanlah seperti apa yang ia harapkan. Sang suami selalu setia menyiksanya dan memukulnya karena dia terus berdoa pada Tuhan. Tapi siksaan dan deraan yang ia terima tidak membuatnya beralih dari Tuhan. Alkisah, 13 tahun yang lalu, ia berkata pada pendeta, "sudah 13 tahun aku menikah, tapi tidak ada anak kudapati dalam kandunganku ini. Di manakah Tuhan?"


Pendeta ini berkata,"sekiranya Tuhan tidak memberimu anak, apakah kamu yakin bahwa Tuhan tidak ada? janganlah engkau merasakan Tuhan, imanilah Ia. Cintailah Dia dengan imanmu, bukan dengan perasaan dan pikiranmu. Sekiranya engkau tidak memiliki anak, engkau masih bisa mengadopsi anak." Akhirnya, ibu ini mengadopsi anak, dan ia selalu dengan setia membawa anak ini ke gereja, menemaninya berdoa dan mendengarkan firman Allah. Di sela-sela itu, ibu ini berpesan pada David, anak ini," Jikalau ibu nanti tiada, janganlah engkau sekalipun pergi meninggalkan Allah." Saat mengatakan ini, ibu ini telah mengidap penyakit kanker ganas. Ia sudah harus memakai alat khusus untuk membuang kotoran. Dengan setia, sambil mebawa kateter, David selalu mendampingi ibunya ke gereja untuk berdoa dan memuliakan Tuhan. Namun, sang suami, masih belum percaya pada Tuhan.


Tidak hanya sampai disitu saja penderitaan ibu ini. Penyakit kanker ini menderanya selama satu tahun penuh. Dia selalu menderita dengan amat sangat ketika jam-jam kanker ini menyerangnya dengan ganas. Kemudian ia berkata kembali kepada pendetanya," di manakah Tuhan?" Pendeta ini kemudian menceritakan kisah Sadrakh, Mesakh, dan Abednego yang enggan menyembah dewa-dewa Babel. "Ada kata-kata yang indah yang diucapkan oleh mereka, yaitu Jika Allah kami yang kami puja sanggup melepaskan kami, maka Ia akan melepaskan kami dari perapian yang menyala-nyala itu, dan dari dalam tanganmu ya raja; tetapi seandainya tidak, hendaklah tuanku mengetahui ya raja, bahwa kami tidak akan memuja dewa tuanku, dan tidak akan menyembah patung emas yang tuanku dirikan itu." (Dan 3: 17-18)


jadi saudara-saudaraku... hiduplah dalam iman, hindarilah melakukan sesuatu karena ada bayarannya namun lakukanlah itu, karena imanmu...


(diringkas dari apa yang dikatakan Pdt. Linda yang berkhotbah di Sekolah Dian Harapan Lippo Cikarang)